Kamis, 15 Oktober 2015

Teori Carl Gustav Jung

A.    Biografi Carl Gustav Jung
     Carl Gustav Jung merupakan seorang ahli psikologi yang lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswyl, sebuah kota di Danau Constance, Swiss. Jung tumbuh dalam keluarga yang religius, ayahnya adalah seorang pendeta, sedangkan ibunya adalah anak dari seorang pendeta atau ahli teologia (Friedman & Schustack, 2008).      Jung mempelajari ilmu kedokteran di University of Basel. Setelah memperoleh gelar dokter, Jung kemudian menjadi asisten di rumah sakit jiwa di Burgholze, Zurich, dan di Klinik Psikiatri Zurich. Jung terus memperdalam ilmu psikologi dan bekerjasama dengan Eugen Bleuler, psikiater terkenal yang mengembangkan konsep schizophrenia (Yusuf & Nurihsan, 2011).     Carl Gustav Jung sangat terkesan oleh ide-ide Freud dalam buku yang berjudul Interpretation of Dream, namun kemudian terdapat pertentangan antara pendapat Jung dan Freud, hingga akhirnya jung memutuskan hubungan kerjasamanya dengan Freud pada tahun 1913. Jun kemudian menyendiri dan terus menganalisis dirinya hingga Jung menemukan perbedaan teorinya dengan Freud dan menyebutnya sebagai Psikologi Analitik (Yusuf & Nurihsan, 2011).
     Jung (Feist & Feist, 2011) mengemukakan bahwa teori psikoanalitis berasumsi bahwa fenomena yang berhubungan dengan kekuatan gaib atau magis (occult)  bisa mempengaruhi kehidupan manusia. Setiap manusia termotivasi bukan hanya oleh pengalaman yang ditekan, melainkan juga oleh pengalaman emosional tertentu oleh para leluhur.

B.     Struktur Psike (Jiwa) atau Kepribadian
1.      Kesadaran (conscious)
     Kesadaran merupakan hal yang dapat dirasakan oleh ego, Jung melihat bahwa ego sebagai pusat dari kesadaran, tetapi bukan inti dari kesadaran itu sendiri. Ego merupakan jiwa sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran, dan perasaan sadar individu. Ego bukan keseluruhan dari kepribadian dan harus dipenuhi dengan diri (self). Diri (self) yaitu pusat dari kepribadian yang kebanyakan diantaranya berupa ketidaksadaran. Jadi, kesadaran memainkan peranan yang relatif kecil dalam teori psikoanalisis (Feist & Feist, 2011).2.      Ketidaksadaran , terbagi 2 antara lain:
a.      Ketidaksadaran Personal
     Ketidaksadaran personal merupakan keseluruhan pengalaman terlupakan, ditekan, atau dipersepsikan secara sublimasi pada seseorang. Ketidaksadaran personal mengandung ingatan dan impuls masa silam, kejadian yang terlupakan, serta berbagai pengalaman yang disimpan dalam alam bawah sadar (dibentuk dari pengalaman individu). Gambaran ketidaksadaran personal ada yang dapat diingat secara mudah atau sulit.        Ketidaksadaran personal disebut kompleks karena merupakan akumulasi dari kumpulan gagasan yang diwarnai dengan perasaan. Contohnya pengalaman seseorang dengan ibunya akan memicu respon emosi yang dapat memblokir laju pemikirannya. Kompleks secara umum dikategorikan sebagai sesuatu yang personal, namun kompleks dapat pula diturunkan dari pengalaman kolektif kemanusiaan seseorang (Feist & Feist, 2011).
b.      Ketidaksadaran Kolektif (colletive unconscious)
     Ketidaksadaran kolektif merupakan kebalikan dari kesadaran personal yang berasal dari pengalaman individu, melainkan berasal dari masa lalu leluhur yang sudah mengakar pada seluruh spesies. Ketidaksadaran kolektif dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai kondisi psikis yang potensial. Pengalaman nenek moyang dengan konsep universal seperti Tuhan, Ibu, Bumi, dan lainnya. Ketidaksadaran kolektif bertanggung jawab terhadap kepercayaan terhadap agama, mitos serta legenda.      Jung (Feist & Feist, 2011) menjelaskan bahwa arketipe adalah bayangan-bayangan leluhur yang datang dari ketidaksadaran kolektif melibatkan tingkat yang lebih dalam dari ketidaksadaran dan dibentuk oleh simbol emosional yang sangat kuat. Arketipe tidak dapat muncul sendiri, tetapi aktif dalam beberapa bentuk, kebanyakan muncul dalam bentuk mimpi, fantasi dan delusi. Jung (Feist & Feist, 2011) mendeskripsikan beberapa arketipe, antara lain: 
1)   Persona adalah sisi dari kepribadian yang diperlihatkan orang-orang kepada seluruh dunia. Contoh: seorang pengacara yang menampilkan perilaku yang dapat dipercaya kepada kliennya.
2)      Bayangan (shadow) adalah sisi gelap dan sisi yang tidak diterima dari kepribadian seseorang, yaitu motif dan kehendak yang memalukan, yang lebih baik tidak diakui pada orang lain. Impuls negatif tersebut mendorong seseorang melakukan atau memikirkan sesuatu yang tidak diterima oleh lingkungan sosial. Contoh: seorang Ayah yang tidak memberitahu istreri dan anaknya bahwa nafkah yang ia dapatkan dari hasil mencuri (shadow merupakan rahasia atau hal yang tidak ingin diketahui orang lain).
3)      Anima adalah sisi feminin dari seorang pria yang bertanggung jawab atas suasana hati (mood) irrasional dan perasaan tidak logis. Contoh: seorang laki-laki yang menangis ketika Ibunya meninggal (menangis merupakan sisi feminim).
4)  Animus adalah sisi maskulin dari seorang wanita yang bertanggung jawab atas pemikiran tidak logis dan pendapat-pendapat tidak masuk akal dari seorang wanita. Contoh: seorang Ibu yang mencari nafkah untuk anak-anaknya semenjak ditinggal suami (mencari nafkah merupakan sisi maskulin).
5)      Ibu agung (great mother) adalah  arketipe yang dibangkitkan oleh figur ibu yang menampilkan dua dorongan yang berlawanan, satu sisi dorongan untuk kesuburan dan pengasuhan, dan di sisi lain kekuatan untuk menghancurkan. Contoh: Ibu selalu memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya (seperti memberikan perhatian), tapi Ibu juga bisa memberikan hukuman bagi anaknya yang melanggar aturan.
6)    Orang tua yang bijak (wise old man) adalah gambaran seseorang yang cerdas tetapi merupakan penampilan yang menipu dari pengalam yang terakumulasi.
7) Pahlawan (hero) adalah gambaran ketidaksadaran seseorang yang berhasil menaklukan sosok penjahat tetapi juga memiliki kelemahan. Contoh: seorang laki-laki yang menolong korban yang mengalami kecelakaan di jalan raya (arketipe pahlawan yaitu keinginan untuk menolong orang lain).
8)  Diri (self) adalah komponen psikhe yang berusaha mengharmoniskan semua komponen lain. Dimana ia mempresentasikan perjuangan manusia menuju kesatuan, keseluruhan dan pengintegrasian kepribadian secara total. ketika integrasi sudah tercapai maka individu bisa dikatakan meraih realisasi diri. 

C.    Tipe-Tipe Psikologis
1.      Sikap (attitude)      
       Suatu kecenderungan untuk beraksi atau bereaksi dalam sebuah arah karakter. Jung mebagi sikap dari dua sisi sikap ekstrover dan introvert yang diilustrasikan dengan motif ying dan yang, sebagai berikut:
a.       Ekstroversi  adalah sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis kearah luar sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari subjektif. Ektrover lebih mudah  dipengaruhi oleh lingkungan sekelilingnya disbanding oleh kondidi dirinya sendiri.  Orang ekstrover cenderung fokus pada sikap objektif dan menekan sisi subjektif. Sifat-sifat individu dengan sikap ekstroversi menurut Jung (Prawira, 2013), yaitu:
1)      Memiliki kecenderungan berpartisipasi pada realitas sosial dalam dunia objektif, sehingga lancar dalam pergaulan.
2)      Bersikap realistis, aktif dalam bekerja, dan memiliki komunikasi sosial yang baik serta bersifat ramah-tamah.
3)      Memiliki pembawaan yang riang gembira, spontan dan wajar dalam berekspresi, serta menguasai perasaan.
4)    Bersikap optimis, tidak mudah putus asa dalam menghadapi kegagalan atau konflik pekerjaan, senang untuk mengabdi.
5)  Tidak begitu banyak pertimbangan dan cenderung kurang mendalam ketika berpikir.
6)      Relatif independen dalam mengeluarkan pendapat.
7)      Memiliki keuletan dalam berpikir, namun pandangannya bersifat pragmatis.
b.      Introversi adalah aliran energy psikis kea rah dalam yang memiliki orientasi subjektif. Introvert memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam diri mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat individu. Orang-orang introvert tentu akan lebih selektif menerima dunia luar dengan pandangan subjektif mereka. Sifat-sifat individu dengan sikap introversi menurut Jung (Prawira, 2013), yaitu:
1) Memiliki kecenderungan memasuki dunia imajiner dan memiliki kebiasaan merenungkan hal-hal yang bersifat kreatif.
2)      Termasuk individu yang produktif dan ekspresinya diwarnai oleh perasaan subjektif, serta memusatkan kesadaran dirinya kepada ego sendiri dan memiliki sedikit perhatian terhadap dunia luar.
3) Memiliki perasaan halus dan cenderung untuk tidak menunjukkan emosi secara mencolok.
4)    Memiliki sikap yang umumnya sangat tertutup, sehingga apabila terdapat konflik maka berusaha untuk dapat menyelesaikan sendiri segala permasalahan.
5)      Memiliki banyak pertimbangan sehingga cenderung melakukan self analysis dan self critism.
6)      Bersifat sensitif terhadap kritik.
7)      Memiliki sifat yang pemurung dan cenderung menyendiri.
8)  Memiliki pembawaan yang lemah lembut dalam bertindak, serta mempunyai pandangan yang idealis.
2.      Fungsi
     Kedua sisi introversi dan ekstroversi dapat dikombinasikan dengan empat fungsi dan membentuk delapan kemungkinan orientasi atau jenis, antara lain:a.       Thingking yaitu aktivitas intelektual logika dapat memproduksi serangkaian ide yang membuat kita dapat mengerti arti sesuatu.
b.      Feeling yaitu proses evaluasi sebuah idea atau kejadian yang mebuat manusia mengerti nilai atau seberapa berharganya sesuatu.
c.       Sensing yaitu memungkinkan manusia menerima rangsangan fisik dan mengubahnya kedalam bentuk kesadaran perseptual yang membuat orang dapat menjelaskan bahwa sesuatu benar-benar ada.
d.      Intuisi yaitu persepsi yang berada jauh diluar sistem kesadaranyang dapat membuat manusia mengetahui sesuatu tanpa mengetahui bagaimana caranya.
Fungsi Jiwa menurut Jung (Suryabrata, 2001)
Fungsi jiwa
Sifat
Cara kerja
Thingking
Rasional
dengan penilaian; benar-salah
Feeling
Rasional
dengan penilaian; senang-tak senang
Sensation
Irrasional
tanpa penilaian; sadar-indra
Intuition
Irrasional
tanpa penilaian; tak sadar-naruliah



Contoh dari delapan jenis Jungian (Feist & Feist, 2011)
Fungsi
Sikap
Introversi
Ekstroversi
Thingking
Filsuf, ilmuan teoritis, beberapa penemu
Peneliti, akuntan, matematikawan
Feeling
Kritikus film yang subjektif, pemerhati seni
Kritikus film yang objektif
Sensation
Seniman, musisi klasik
Pembaca, musisi terkenal, pengecat rumah
Intuition
Nabi, mistik, fanatik yang religious
Beberapa penemu, reformis yang religious



D.    Perkembangan Kepribadian
1.      Tahap Perkembangan
a.      Masa kanak-kanak
     Jung (Feist & Feist, 2011) membagi periode ini menjadi tiga bagian, antara lain:
1)      Fase anarkis, memiliki karakteristik dengan banyaknya kesadaran yang kacau dan sporadis, pengalaman fase ini terkadang masuk ke kesadarn sebagai gambaran yang primitive yang tidak mampu digambarkan secara akurat.
2)      Fase monarkis, dikarakterisasikan dengan perkembangan ego dan mulainya orang berpikir secara logis dan verbal.
3)      Fase dualistis, ego sebagai penerima mulai tumbuh dan ego terbagi menjadi objektif dan subjektif.
b.      Masa muda
     Jung (Feist & Feist, 2011) menyebutkan bahwa masa ini ditandai dari pubertas sampai dengan masa pertengahan (paruh baya). Periode ketika aktivitas meningkat, mencapai kematangan seksual, menunbuhkan kesadarn, dan pengenalan bahwa dunia di mana tidak ada masalah, seperti waktu kanak-kanak sudah tidak ada lagi.c.       Masa pertengahan (paruh baya)
     Jung (Feist & Feist, 2011) mengemukakan bahwa masa paruh baya berawal di usia 35-40 tahun. Mereka harus menatap ke depan dengan harapan dan antisipasi, menyerahkan gaya hidup masa muda, dan menemukan arti baru dalam masa pertengahan.d.       Masa tua
     Jung (Feist & Feist, 2011) menjelaskan bahwa jika seseorang mengalami ketakutan di fase sebelumnya, maka hampir dipastikan mereka akan takut dengan kematian di masa berikutnya.
2.      Realisasi diri (individuasi)
     Realisasi diri adalah suatu hal yang sangat langkah dan bisa dicapai hanya oleh mereka yang telah dengan baik mengasimilasi kesadarn mereka dengan keseluruhan kepribadian mereka. Proses ini bisa dicapai ketika seseorang bisa menanggalkan egonya, satu hal yang menjadi perhatian utama dari kepribadian dan menggantikannya dengan diri. orang yang telah mencapai relasi diri mampu  menempatkan dirinya di dunia ekternal dan internalnya.

E.     Metode Investigasi Jung
1.      Tes Asosiasi Kata
      Awalnya Jung menggunakan tes asosiasi kata pada tahun 1903, ketika Jung menjadi asisten muda seorang psikiater di Burgholtzli. Bagaimanapun Jung jarng menggunakan tes ini dalam karirnya. Tes ini dilakukan dengan menggunakan seratus kata-kata yang dipilih dan diatur untuk menstimulus atau merangsang reaksi emosi. Responden merespon setiap stimulus kata dengan kata pertama yang dipikirkannya. Kemudian Jung merekan setiap respon verbal, waktu yang dibutuhkan untuk merespon, laju pernafasan, dan respon pada kulit terhadap reaksi yang dihasilkan, biasanya Jung melakukan pengulangan eksperimen ini untuk meningkatkan konsistensi tes (Feist & Feist, 2011).
2.      Analisis Mimpi
    Tujuan interpretasi mimpi Jung yaitu untuk membuka elemen dari ketidaksadaran personal dan kolektif serta mengintegrasikannya dalam sebuah kesadaran untuk memfasilitasi proses realisasi diri. Ada tiga macam jenis mimpi yang sarat dengan arsetip, antara lain:
3.      Imajinasi Aktif
          Metode ini dimulai dengan impresi berupa gambaran mimpi, visi, tampilan atau fantasi miliki seseorang. Tujuannya untuk membuka gambaran arketipe yang bermula dari ketidaksaran. Sebagai variasi dari imajinasi aktif Jung kerap bertanya kepada pasiennya pakah mereka suka menggambar, melukis atau mengekspresikan fantasi dalam bentuk nonverbal lainnya (Feist & Feist, 2011).
4.      Psikoterapi
     Jung (Feist & Feist, 2011) memlakukan terapi bertujuan untuk membantu pasien-pasien penderita neurotic menjadi sehat dan mendorong orang sehat untuk bekerja dengan mandiri melalui teknik realisasi diri.

F.     Kritik Terhadap Jung
    Teori psikoanalitis dapat memenuhi enam kriteria yang bermanfaat (Feist & Feist, 2011), antara lain:
  1.  Menghasilkan hipotesis yang bisa diuji dan kajian yang deskriptif.
  2. Mempuyai kapasitas untuk diverifikasi atau diulang, dalam teori Jung sangat sulit untuk melakukan verfikasi karena teori utama Jung mengenai ketidaksadarn kolektif merupakan konsep yang sangat sulit untuk diuji secara empiris.
  3. Perlu menggorganisir pengamatan ke dalam suatu kerangka yang bermakna, Jung mampu mengorganisir pengetahuan yang luas yang mencakup aktivitas manusia di dalan suatu kerangka teoritis.
  4. Kemampuan teori untuk diterapkan, teori Jung berguna untuk membantu orang memahami mitos budaya dan melakukan penyesuaian terhadap trauma-trauma hidup, secra keseluruhan teori Jung sangat rendah dalam kemampuan penerapannya.
  5. Konsistensi secara internal, dalam teori Jung dinilai rendah konsistensi internalnya karena banyak istilah yang tidak di definisikan secara jelas, seperti individuasi dan relasi diri.
  6. Bersifat parsimony (kesederhanaan), teori Jung bukanlah teori yang sederhana karena teorinya lebih mengarah pada ketidakefektifan daripada kegunaannya, maka nilai kesederhanaannya rendah. 

DAFTAR PUSTAKA
Feist, J., & Feist., G. J. (2011). Teori Kepribadian (edisi 7). Jakarta: Salemba Humanika.
Friedman, H. S., & Schustack, M. W. (2008). Kepribadian: Teori klasik dan riset modern (edisi 3). Jakarta: Erlangga.
Prawira, P. A. (2013). Psikologi Kepribadian Dengan Perspektif Baru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suryabrata, S. (2001). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Yusuf, S., & Nurihsan, A. J. (2011). Teori kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar